Rabu, 26 Agustus 2009

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Wilayah Penelitian
Kabupaten Mojokerto menjadi wilayah penelitian ini. Keterkaitannya dengan persoalan yang diangkat terletak pada setting hukum dan keagamaan masyarakat Mojokerto. Daerah dengan 18 kecamatan ini, memiliki ragam budaya masyarakat. Dari setting keagamaan, agama yang dipeluk Kabupaten Mojokerto ada lima macam, yaitu Islam (938.440 jiwa), Protestan (10.397 jiwa), Katolik (1.837 jiwa), Hindu (518 jiwa), dan Budha (741 jiwa). Sementara itu, tempat ibadah yang dimiliki oleh masing-masing pemeluk agama adalah sebagai berikut: 1.004 masjid, 234 musholla, 3.433 langgar, 42 gereja Kristen Protestan, 4 gereja Katolik, 4 pura, dan 3 Vihara. Dari jumlah pemeluk agama ini, sebagian besar masyarakat Mojokerto menganut agama Islam, yakni 98,99 %. 
Besarnya penganut agama Islam di Kabupaten Mojokerto juga terwadahi dalam 14 Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS) Islam dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Keagamaan Islam, yaitu: Nahdlatul Ulama (490.657 anggota), Muhammadiyah (78.184 anggota), LDII (8.921 anggota), DMI (308 anggota), MUI (104 anggota), LSM Bina Madani (450 anggota), Muslimat (17.842 anggota), GP. Anshor (26.763 anggota), Fatayat (17.842 anggota), IPNU (26.763 anggota), IPPNU (17.842 anggota), Aisyiyah (16.223 anggota), Pemuda Muhammadiyah (15.540 anggota), dan Nasyiatul Aisyiyah (10.763 anggota). Data di atas menunjukkan bahwa masyarakat Mojokerto merupakan pemeluk agama yang taat.
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif. Dalam pendekatan kualitatif, data-data yang diperlukan bukan berupa angka-angka atau fenomena yang diangkakan, melainkan peristiwa hukum yang dinyatakan secara deskriptif. Peristiwa hukum ini ditemukan di masyarakat (law in action), sehingga penelitian ini termasuk bidang Sosiologi Hukum (social-legal research). Delik pidana agama yang tercantum di pasal 156 dan 156a KUHP serta penyelesaiannya diatur oleh pasal 1-3 PNPS Nomor 1 Tahun 1965 terbuka berbagai penafsiran. Penafsirannya dapat dilihat pada praktek di lapangan. Pemeluk agama membuat konstruksi hukum, tanpa melihat peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan pendekatan kualitatif, konstruksi hukum pemeluk agama ini dapat digali dan diuraikan lebih detail dan utuh. Semua aspek yang terlibat dalam konstruksi hukum juga bisa diungkapkan secara kualitatif.
Konstruksi hukum atas delik agama melibatkan konsep-konsep dan simbol-simbol agama yang diberi makna secara berbeda oleh setiap pemeluk agama. Perbedaan makna ini dipengaruhi oleh interaksi sosial pemeluk agama. Tidak semua umat Islam bersikap ramah dengan umat non-muslim. Penafsiran agama tanpa dasar yang kuat dapat dianggap sebagai penodaan atau dinilai sebagai ekspresi berpendapat. Begitu pula, tidak semua pemuka agama setuju dengan penyelesaian delik agama di luar pengadilan. Semuanya terkait dengan makna simbol yang dihasilkan dari interaksi sosial pemuka agama. Oleh karena itu, jenis penelitian kualitatif yang dipilih untuk penelitian ini adalah interaksionisme simbolik. 
Secara ringkas, interaksionisme simbolik didasarkan premis-premis sebagai berikut. Pertama, individu merespons suatu situasi simbolik. Dalam penyelesaian delik agama, pemuka agama memberikan penilaian delik agama sesuai dengan makna simbol yang dipahami olehnya. Kedua, makna adalah produk interaksi sosial, karena itu, makna tidak melekat pada obyek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Penilaian delik agama di atas oleh pemuka agama dihubungkan dengan bahasa agama, semacam sesat, haram, dan sebagainya. Tentu saja, pemahaman makna sesat hanya dimiliki oleh penilainya. Ketiga, makna yang diinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial. Pernyataan sesat atau bukan dapat berubah jika ada faktor lain yang mempengaruhinya, seperti tidak ada kesengajaan, ketidaktahuan, atau dorongan sosial-politik. Noeng Muhadjir mengajukan tujuh prinsip penggunaan interaksionisme simbolik. Pertama, simbol dan interaksi itu menyatu, tidak cukup hanya merekam fakta, melainkan pula harus mencari konteksnya. Kedua, karena simbol dan interaksi tidak lepas dari pribadi, maka jati diri subyek juga perlu ditangkap. Ketiga, peneliti harus sekaligus mengaitkan antara simbol dan jati diri dengan lingkungan dan hubungan sosialnya. Keempat, merekam situasi yang menggambarkan simbol dan maknanya. Kelima, metode yang digunakan mampu merefleksikan bentuk perilaku dan prosesnya. Keenam, metode yang dipakai mampu menangkap makna dibalik interaksi. Ketujuh, sensitizing (yaitu sekedar mengarahkan pemikiran) yang cocok dengan interaksionisme simbolik perlu dirumuskan lebih operasional ketika di lapangan menjadi konsep yang lebih definitif (scientific concepts). 
C. Jenis Data Penelitian
Ada dua data yang digali dalam penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang digali dari sumber data secara langsung. Dengan mengikuti pola sistematik hukum, data-data primer yang digali di lapangan menggunakan lima domain, yaitu masyarakat, subyek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum, dan obyek hukum.  
Sebaliknya, data sekunder merupakan data yang digali dari sumbernya secara tidak langsung, melainkan dari sumber lain yang terkait. Data-data sekunder tersebut terbagi dalam tiga macam, yaitu bahan-bahan hukum primer, bahan-bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer itu adalah.
1. Pancasila, Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Undang-Undang Dasar 1945, pembukaan, pasal 29
3. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), pasal 156 dan 156a (delik terhadap agama), pasal 175-181, dan pasal 503 buku II KUHP (delik yang berhubungan dengan agama).
4. Undang-undang Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan
5. Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama dan Penjelasannya
6. Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri Kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia
7. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 / Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.
8. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 1996 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Kerawanan Kerukunan Hidup Umat Beragama
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer. Bahan hukum primer penelitian ini adalah
1. Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis
2. Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia
3. Oemar Seno Adji, hukum Acara Pidana dalam Prospeksi
4. P. Panggabean, Praktik Peradilan Menangani Kasus Aset Yayasan
5. Oemar Seno Adji, Herziening-Ganti Rugi, Suap, Perkembangan Delik
6. A.F. Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan-kejahatan Terhadap Kepentingan Hukum Negara
7. Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana
 Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, semacam AD/ART MUI Mojokerto, hasil keputusan Fatwa MUI Mojokerto, AD/ART Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Mojokerto, dan sebagainya. Untuk eksplorasi data-data primer maupun sekunder, tehnik taksonomik dalam tabel berikut ini dapat membantunya.
DELIK
AGAMA BENTUK
DELIK DELIK
TERHADAP
AGAMA MASYARAKAT HUKUM
  SUBYEK HUKUM
  HAK DAN KEWAJIBAN
  HUBUNGAN HUKUM
  OBYEK HUKUM
  DELIK YANG
BERHUBUNGAN
DENGAN
AGAMA MASYARAKAT HUKUM
  SUBYEK HUKUM
  HAK DAN KEWAJIBAN
  HUBUNGAN HUKUM
  OBYEK HUKUM
 PENYELESAIAN
DELIK DELIK 
TERHADAP
AGAMA SITUASI SOSIAL
  SUMBER MASALAH
  DAMPAK SOSIAL
  INTERAKSI SOSIAL
  BAHASA AGAMA
  DELIK YANG
BERHUBUNGAN
DENGAN
AGAMA SITUASI SOSIAL
  SUMBER MASALAH
  DAMPAK SOSIAL
  INTERAKSI SOSIAL
  BAHASA AGAMA

Tabel Taksonomik Data Penelitian

D. Sumber Data
Data-data di atas dapat diperoleh dari para informan, dokumentasi, dan literatur. Para informan dalam penelitian ini dapat dipilah menjadi dua, yaitu informan pemuka agama dan informan pemeluk agama. Informan kunci (key informan) yang menunjukkan beberapa kasus adanya delik agama di Kabupaten Mojokerto adalah KH. Dimyathi Rasyid. Selain sebagai Ketua Umum MUI Kabupaten Mojokerto, ia juga mantan Ketuan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Dengan jabatannya ini, dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya tersebut mengetahui lebih banyak mengenai persoalan delik agama.
Dokumentasi data-data diperoleh dari Kantor Departemen Agama Kabupaten Mojokerto, Kantor Pengadilan Negeri Mojokerto, MUI, dan lembaga keagamaan lainnya. Sedangkan literatur diperoleh dari buku-buku dan internet. 
E. Tehnik Pengumpulan Data
Dalam menggali data-data di atas dari sumbernya digunakan tiga tehnik pengumpulan data, yaitu wawancara bebas terstruktur, observasi non-partisipan, dokumentasi, dan kepustakaan. Wawancara dipakai untuk menggali data-data primer, terutama mengeksplorasi peristiwa hukum yang telah terjadi. Data-data yang digali dengan wawancara umumnya berbentuk nomena, yakni fakta dalam dibalik suatu peristiwa. Wawancara tidak hanya ditujukan kepada para pemuka agama, melainkan pula para pemeluk agama, bahkan subyek hukum yang melakukan delik agama. 
Observasi dimanfaatkan untuk melihat situasi subyek hukum, bukan obyek hukum, mengingat peristiwa hukum telah terjadi masa lalu. Dalam melihat subyek hukum, hal-hal yang diperhatikan adalah ekspresi wajah, keadaan keluarga, kantor lembaga keagamaan, serta tempat terjadinya peristiwa hukum. Fakta luar (fenomena) hanya diperoleh dengan observasi dengan interpretasi dari pengamat (observator).  
Tehnik dokumentasi digunakan untuk memperoleh data-data primer maupun sekunder, antara lain: AD/ART MUI, dokumentasi keagamaan di Kantor Departemen Agama Mojokerto, dokumentasi salinan keputusan mengenai delik agama di Pengadilan Mojokerto. Sementara itu, tehnik kepustakaan digunakan untuk menemukan teori-teori, pendapat para pakar hukum, dan hasil penelitian terdahulu mengenai delik agama. 
F. Tehnik Analisa Data
Dalam penelitian kualititaif, dikenal tiga tehnik analisa data, yaitu reduct data, display data, dan conclusion drawing. Reduct data adalah proses penyeleksian, penyederhanaan, pengabstraksian, dan pengkonfirmasian data. Ia dilakukan dengan melakukan abstraksi, yaitu usaha membuat rangkuman inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga, sehingga tetap berada di dalamnya. suatu cara membuat konsep data dan menggalinya di lapangan. Dalam merencanakan data-data yang akan digali di lapangan, digunakan tehnik taksonomik. Taksonomik adalah upaya memecah konsep-konsep dalam permasalahan yang dibahas menjadi data-data paling kecil dan lebih konkrit. Display data adalah cara menguraikan dan menampilkan data-data secara sistematis dan apa adanya. Conclusion drawing adalah menarik suatu kesimpulan yang representatif dan inhern dengan masalah yang telah dirumuskan. 



1 komentar:

  1. artikel sangat bagus/dan penuh pembelajaran, kajian,telaah. tapi sayang kurang dipublikasikan biar tambah banyak yang bisa mengambil manfaatnya. cak imron kulo smpun gabung teng blog sampeyan kapan-kapan mampir ng blog ku ngeh http://bang-x.blogspot.com

    BalasHapus